BAB II
PEMBAHASAN
A. ISLAM SEBAGAI AGAMA YANG UNIVERSAL
Islam
merupakan agama yang bersifat paripurna dan universal. Juga merupakan
agama yang lengkap dalam memberikan tuntunan dan panduan bagi kehidupan
umat manusia. Karena itulah adanya tuduhan sering muncul akhir-akhir ini
bahwa islam merupakan agama yang menghambat kemajuan dan pembangunan
positif yang dibawa oleh Islam di masa kejayaan pemerintahan Islam di
zaman dahulu bagi perkembangan peradaban manusia.
Pandangan
bahwa Islam merupakan agama yang primitif, menentang kemajuan dan
mengembangkan ajarannya melalui cara kekerasan banyak lahir dari para
pemikir barat dan juga kaum orientalis yang memang memiliki pandangan
negatif tentang Islam. Ironisnya akhir-akhir ini tidak sedikit umat
islam dan juga sebagian intelektual muslim yang juga percaya akan hal
tersebut. Indonesia, sebagai negara dengan umat Islam yang terbesar di
dunia juga mengalami hal yang sama. Karena itulah akhir-akhir ini di
negara kita semakin banyak perkembangan paham yang selalu berusaha
memisahkan antara kehidupan agama yang dianut oleh masing-masing
individu dengan kehidupan umat manusia sehari-hari, baik dalam hal
politik, budaya, maupun ekonomi (muamalah). Sebuah sikap yang intinya
berusaha memisahkan antara ajaran Islam dengan para penganutnya.
Islam
merupakan suatu sistem kehidupan yang seharusnya dijalankan oleh
manusia selaku khalifah Allah SWT di muka bumi ini. Syariah Islam
merupakan syariah yang bersifat konferehensif dan universal (Antonio,
2001). Dengan penjelasan akan hal tersebut menunjukan bahwa syariah yang
berada dalam jaran Islam mencakup berbagai aspek kehidupan umat
manusia, baik dalam hal ibadah maupun sosial, politik, ekonomi. Ibadah
sangat diperlukan dalam rangka menjaga hubungan yang baik dan
terus-menerus antara umat manusia dengan Sang Khalik, Allah SWT. Selain
itu, ibadah juga berfungsi sebagai sarana untuk secara terus-menerus
memperingatkan umat manusia untuk selalu menjalankan tugasnya di muka
bumi ini secara baik dan juga bertanggung jawab. Termasuk dalam hal ini
dalah peranan manusia dalam menjalankan sektor muamalah yang berkaitan
dengan harta dan ekonomi.
Usaha
manusia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan hidup umat di muka bumi
ini sangat berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Dalam pandangan Islam,
kegiatan ekonomi yang sesuai dan dianjurkan adalah melalui kegiatan
bisnis dan juga investasi. Beberapa perintah dalam dua hal tersebut
disampaikan secara eksplisit dan juga implisit dalam kitab suci
Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasulullah SAW.. darin konsep tersebut
disampaikan dalam dua pegangan hidup umat manusia tersebut kita dapat
melihat bahwa sistem ekonomi yang dikembangkan oleh umat Islam memiliki
tujuan untuk mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi umat manusia dalam
jangka panjang dan juga dalam rangka memaksimalkan tingkat kesejahteraan
umat manusia. Sistem keuangan Islam sebagai bagian dari sistem ekonomi
Islam tentunya mengemban amanat yang sama dengan apa yang diharapkan
terwujud dalam konsep sistem ekonomi Islam.
A. KONSEP HARTA DALAM ISLAM
Kepemilikan
merupakan ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan syariah.
Kepemilikan berarti pula hak khusus yang didapatkan si pemilik sehingga
ia mempunyai hak untuk menggunakan barang tersebut sejauh tidak
melakukan pelanggaran pada garis-garis syariah. Kategori hak milik dapat
dikelompokkan atas:
1. Hak
milik individu, merupakan sesuatu yang mendasar, bersifat permanen,
penting, melekat pada eksistensi manusia, dan bukan merupakan fenomena
sementara. Hak individu tidaklah mutlak, tetapi dibatasi oleh kewajiban
yang dibawanya. Individu dapat meniukmati hak-haknya, tetapi ia juga
mempunyai kewajiban tertentu terhadap masyarakat.
2. Kepemilikan
umum atau kolektif dimungkinkan dalam ajaran Islam, yaitu jika suatu
benda memang pemanfaatannya diperuntukan bagi masyarakat umum,
karakteristik barang yang merupakan hak milik umum, seperti :
a) Merupakan
fasilitas umum, dimana jika benda ini tidak ada di dalam suatu negeri
atau komunitas, maka akan menyebabkan sengketa dalam mencarinya
b) Bahan tambang yang relatif tidak terbatas jumlahnya; dan
c) Sumber
daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya
oleh orang secara individual (jalan. Jembatan, irigasi, sungai,
pelabuhan, dan lain-lain).
3. Hak
milik pada dasarnya juga merupakan hak milik umum, tetapi hak
pengelolaannya menjadi wewenang pemerintah. Pemerintah mempunyai hak
untuk mengelola hak milik ini karena ia merupakan representasi
kepentingan rakyat hak milik negara dapat dialihkan menjadi hak milik
individu jika memang kebijakan negara menghendaki demikian.
A. KONSEP UANG DALAM ISLAM
1. Fungsi Uang dalam Islam
Dalam
sistem perekonomian mana pun, fungsi utama uang adalah sebagai alat
tukar (medium of exchange). Ini adalah fungsi utama uang. Dari fungsi
utama ini, diturunkan fungsi-fungsi yang lain seperti uang sebagai standart of value (pembakuan nilai),store of value (penyimpan kekayaan), unit of account (satuan perhitungan), dan standart of deffered payment (pembakuan pembayaran tangguh). Mata uang mana pun niscaya akan berfungsi seperti ini.
Namun
ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang, antara sistem
kapitalis dan sistem Islam. Dalam sistem perekonomian kapitalis, uang
tidak hanya sebagai alat tukar yang sah (legal tender) melainkan juga sebagai komoditas. Menurut sistem kapitalis, uang juga dapat diperjualbelikan dengan kelebihan baik on the spot maupun secara tangguh. Lebih jauh, dengan cara pandang demikian, maka uang juga dapat disewakan (Leasing).
Dalam Islam, apa pun yang berfungsi sebagai uang, maka fungsinya hanyalah sebagai medium of exchange. Ia bukan suatu komoditas bisa dijualbeliakan dengan kelebihan baik secara on the spot maupun
bukan. Satu fenomena penting dari karakteristik uang adalah bahwa ia
tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk dirinya
sendiri, melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga
kebutuhan manusia dapat terpenuhi.
Ketika
uang diperlakukan sebagai komoditas oleh sistem kapitalis,
berkembanglah apa yang disebut pasar uang. Terbentuknya pasar uang ini
menghasilkan dinamika yang khas dalam perekonomian konvensional,
terutama pada sektor moneternya. Fungsi medium of exchange
ini tidak berhubungan dengan tujuan apapun, tidak berhubungan dengan
gambar cetakannya, namun dengan fungsi ini tujuan dari keperluan manusia
dapat terpenuhi.
Pada
umumnya, para ulama dan ilmuwan sosial Islam menyepakati fungsi uang
sebagai alat tukar saja. Deretan ulama ternama seperti Imam Ghazali,
Ibnu Taymiyyah, Ibnul Qayyim al-jauziyyah, Ar-Raghib al-Ashbahani, Ibnu
Khaldun, al-Al-Maqrizi, dan Ibnu Abidin dengan jelas menandaskan fungsi
pokok uang sebagai alat tukar. Sekalipun jumhur ulama sepakat untuk
tidak membolehkan uang sebagai komoditas, ada juga pendapat minor yang
memandang mata uang sebagai komoditas. Mereka ini tidak mewakili
pandangan yang paling kuat dari mazhabnya masing-masing.[1]
Namun
pandangan-pandangan minor tadi tidaklah mempengaruhi jumhur ulama.
Perbedaan pandangan demikian adalah biasa dalam kebebasan berpikir, dan
tidak perlu dirisaukan.
Dari
penjelasan tadi jelaslah bahwa pendapat yang menyatakan bahwa uang
sebagai medium of exchange yaitu tidak diperlukan untuk dirinya sendiri,
melainkan untuk menjadi perantara dalam memenuhi kebutuhan manusia yang
lain adalah pendapat yang mencerminkan kebenaran. Inilah yang kemudian
menjadi acuan jumhur ulama hingga sekarang.
2. Uang dalam Pandangan Islam
Dalam
sejarah Islam, uang merupakan sesuatu yang diadopsi dari peradaban
Romawi dan Persia. Ini dimungkinkan karena penggunaan dan konsep uang
tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dinar adalah mata uang emas yang
diambil dari Romawi dan dirham adalah mata uang perak warisan peradaban
Persia. Perihal dalam Al-Qur’an dan Hadis dua logam mulia ini, emas dan
perak, telah disebutkan baik dalam fungsinya sebagai mata uang atau
sebagai harta dan lambang kekayaan yang disimpan. Misalnya dalam QS.
At-Taubah ayat 34 disebutkan :
“Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari
orang-orang alim yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan
harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi
(manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah
kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.
Ayat
tersebut menjelaskan, orang-orang yang menimbun emas dan perak, baik
dalam bentukmata uang maupun dalam bentuk kekayaan biasa dan mereka
tidak mau mengeluarkan zakatnya akan diancam dengan azab yang pedih.
Selain
dirham, masyarakat Arab sebelum Islam juga telah mengenal dinar, mata
uang yang terbuat dari emas. Dinar dan dirham diperoleh bangsa Arab dari
hasil perdagangan yang mereka lakukan dengan bangsa-bangsa di seputaran
Jazirah Arab. Para pedagang kalau pulang dari Syam, mereka membawa
dinar emas Romawi (Byzantium) dan dari Irak mereka membawa dirham perak
Persia (Sassanid). Kadang-kadang mereka juga membawa dirham Himyar dari
Yaman. Jadi, pada masa itu sudah banyak mata uang asing yang masuk
negeri Hijaz. Mata uang itu digunakan hingga runtuhnya Khilafah
Utsmaniyah di Turki pasca-Perang Dunia I.
Uang kertas yang berlaku pada zaman sekarang disebut fiat money. Dinamakan
demikian karena kemampuan uang untuk berfungsi sebagai alat tukar dan
memiliki daya beli tidak disebabkan karena uang tersebut
dilatatrbelakangi oleh emas.
Ketika
uang kertas telah menjadi alat pembayaran yang sah, sekalipun tidak
dilatarbelakangi lagi oleh emas, maka kedudukannya dalam hukum sama
dengan kedudukan emas dan perak yang pada waktu Al-Qur’an diturunkan
tengah menjadi alat pembayaran yang sah. Karena itu riba berlaku pada
uang kertas. Uang kertas juga diakui sebagai harta kekayaan yang harus
dikeluarkan zakat daripadanya. Dan zakat pun sah dikeluarkannya dalam
bentuk uang kertas. Begitu pula ia dapat digunakan sebagai alat untuk
membayar mahar.
Modal (capital) mengandung
arti barang yang dihasilkan oleh alam atau buatan mannusia, yang
diperlukan bukan untuk memenuhi secara langsung keinginan manusia tetapi
untuk membantu memproduksi barang lain yang pada gilirannya akan dapat
memenuhi kebutuhan manusia secara langsung dan menghasilkan keuntungan[2]. Secara fisik terdapat dua jenis modal, yakni : fixed capital (modal tetap), dan circulating capital (modal yang bersikulasi).
Perbedaaan
keduannya dalam syariah dapat kita lihat sebagai berikut. Modal tetap
pada umumnya dapat disewakan tetapi tidak dapat dipinjamkan (qardh).
Adapun modal sirkulasi yang bersifat konsumtif bisa dipinjamkan (qardh)
tetapi tidak dapat disewakan. Hal itu disebabkan karena ijarah
dalam Islam hanya dapat dilakukan kepada benda-benda yang memiliki
karakteristik substansinya dapat dinikmati secara terpisah atau
sekaligus.
Uang
tidak memiliki sifat seperti ini. Ketika seseorang menggunakan uang,
maka jumlah uang itu habis dan hilang. Kalau ia menggunakan uang
tersebut dari pinjaman, maka ia menanggung utang sebesar jumlah yang
digunakan dan harus mengembalikan dalam jumlah yang sama (mitsl) bukan substansinya (a’in).
Dari
uraian di atas nyatalah bahwa barang modal yang masuk dalam kategori
tetap, seperti kendaraan, mobil, bangunan, kapal, dll akan mendapatkan return on capital dalam bentuk upah dari penyewaan jika transaksi yang digunakan adalah ijarah (sewa-menyewa). Di samping itu, barang-barang modal ini dapat juga mendapatkan return on capital dalam bentuk bagian dari laba (profit) jika transaksi yang digunakan adalah musyarakah atas dasar kaidah “Suatu barang yang dapat disewakan, maka barang tersebut dapat dilakukan musyarakah atasnya” ini telah dilakukan oleh kaum muslimin dari zaman dahulu misalnya dalam transaksi muzara’ah.
[1] Ikhwan Abidin Basri, Konsep Uang dan Modal dalam Islam, Makalah, tidak dipublikasikan.
[2] William N. Loucks and J. Weldon Hoot, Comparative Economic Syste, hlm. 19